Etika Salaf Saat Menyampaikan As-Sunnah Atau Hadits

Oleh: Abu Al-Jauzaa

Diriwayatkan bahwa Ismail bin Abi Uwais berkata: “Jika Malik ingin berwudhu, dia akan duduk di dada tempat tidurnya dan membiarkan janggutnya tumbuh, dan dia bisa duduk di dalamnya dengan martabat dan gengsi. Dia bisa menyucikan diri, dan dia benci berbicara di jalan atau saat berdiri atau terburu-buru, dan dia berkata: Saya ingin memahami apa yang dia ceritakan atas otoritas Rasulullah, semoga Tuhan memberkati dia dan memberinya kedamaian.

Diriwayatkan dari Isma’il bin Abi Uwais bahwa ia berkata: “Adalah Malik ketika ingin menyampaikan hadits, maka ia berwudhu terlebih dahulu kemudian duduk di tengah karpetnya, menyisir/meluruskan jenggotnya, mendirikan tempat duduknya. dengan penuh otoritas dan kemuliaan. Setelah itu, dia baru mengirimkannya. Setelah ditanya tentang hal itu, dia menjawab: ‘Saya senang untuk menghormati hadits Nabi  Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Aku tidak menyampaikannya kecuali dalam keadaan benar-benar suci’. Malik benci meriwayatkan hadits di tengah jalan, atau sambil berdiri, atau terburu-buru. Dia (Malik) berkata: ‘Saya ingin seseorang benar-benar memahami apa yang saya sampaikan kepadanya dari Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wa sallam “.

Diriwayatkan dari Malik: “Seorang pria datang kepada Saeed bin Al-Musayyab ketika dia sakit dan bertanya tentang sebuah hadits ketika dia sedang berbaring, jadi dia duduk dan berbicara dengannya. Pria itu berkata kepadanya: Saya berharap Anda tidak keras kepala, jadi dia berkata kepadanya: Saya benci berbicara dengan Anda tentang Rasulullah, semoga Tuhan memberkati dia dan memberinya kedamaian, ketika saya sedang berbaring. .

Diriwayatkan dari Malik: “Seseorang datang kepada Sa’id bin Al-Musayyib ketika dia sakit. Pria itu bertanya kepadanya tentang sebuah hadits di mana dia (Sa’id) sedang berbaring. Jadi dia duduk dan menceritakannya. Pria itu bertanya kepadanya: ‘Saya tidak bermaksud mengganggu Anda’. Sa’id berkata: “Aku tidak suka menyampaikan sebuah hadits dari Nabi  Shallallahu ‘alaihi wa sallam  kepadamu sambil berbaring”.

Dan dia keluar atas otoritas Al-Amash bahwa jika dia ingin terjadi tanpa kemurnian, dia akan melakukan tayamum. Al-Amash berkata atas otoritas Dirar bin Murra, yang mengatakan: Mereka benci berbicara ketika itu tidak murni.

Diriwayatkan dari Al-A’masy: Bahwa jika dia ingin menyampaikan sebuah hadits secara najis, maka dia bertayamum. Al-A’masy meriwayatkan dari Dlaraar bin Murrah bahwa dia berkata: “Mereka (para sahabat) tidak suka meriwayatkan hadits dalam keadaan najis”.

Dan dia meriwayatkan bahwa Qatada berkata: “Disarankan agar kita tidak membaca hadits Nabi, semoga Allah memberkati dia dan memberinya kedamaian, kecuali dalam keadaan suci.”

Diriwayatkan dari Qataadah, beliau bersabda: “Sangat dianjurkan untuk tidak membaca hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali dalam keadaan suci”.

Diriwayatkan atas otoritas Bishr bin Al-Harits bahwa dia berkata: “Seorang pria bertanya kepada Ibn Al-Mubarak tentang sebuah hadits ketika dia sedang berjalan, dan dia berkata: Ini bukan karena menghormati ilmu.”

Dikisahkan oleh Bisyr bin Al-Haarith, dia berkata: “Seorang pria pernah bertanya kepada Ibn al-Mubaarak tentang sebuah hadits ketika dia (Ibn al-Mubaarak) sedang berjalan. Beliau juga mengatakan: “Ini bukan cara/adab dalam menghormati ilmu”.

Dia meriwayatkan bahwa Ibn Al-Mubarak berkata: “Aku bersama Malik ketika dia berbicara, dan seekor kalajengking datang dan menyengatnya enam belas kali, dan Malik berubah warna dan bersabar dan tidak memotong hadits Rasulullah, semoga Allah memberkati dia dan memberinya kedamaian. Saya bersabar untuk menghormati hadits Rasulullah, semoga Tuhan memberkati dia dan memberinya kedamaian.

Diriwayatkan dari Ibnu al-Mubarak. Dia berkata: “Saya bersama Malik ketika dia sedang meriwayatkan sebuah hadits. Tiba-tiba seekor kalajengking menyengatnya enam belas kali. Wajah Malik pun berubah (karena disengat), namun ia tetap sabar tanpa henti (menyampaikan) hadits Nabi  Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Setelah dia selesai berkumpul dan orang-orang bubar, saya berkata kepadanya: ‘Saya benar-benar melihat hal yang aneh pada dirimu’. Dia menjawab: ‘Benar. Saya telah bersabar (dari sengatan kalajengking) untuk mengagungkan hadits Nabi  Shallallahu ‘alaihi wa sallam “.

Mau Kuliah Ilmu Secara Online ? Yuk Klik Disini

[Miftaahul-Jannah fil-Ihtijaaj bis-Sunnah oleh Al-Haafidh As-Suyuthiy, hal. 51-52; Universitas Islam Madinah, Cet. 3/1409 H – abu al-jauzaa’, perumahan ciomas permai, ciomas, bogor]

Share This Post

Artikel Lainnya